Tuesday, May 3, 2011

Dijadikan Pemuas Nafsu

Di depan orangtuaku, aku bersikap bak gadis kecil yang suci, padahal di belakang mereka, aku tak ubahnya penganut gaya hidup free sex.

Yunara, namaku. Aku terlahir sebagai anak kelima dari delapan bersaudara. Ayahku petani sederhana, namun mampu menghidupi anak-anaknya dengan baik. Bersama ibu, ia juga menanamkan pentingnya pondasi agama di samping pendidikan umum. Namun, aku tak percaya, betapa rapuhnya imanku hingga sanggup melanggar larangan agama.

Setamat SMP, aku meneruskan ke SMA. Tiga tahun menempuh pendidikan akhirnya aku lulus juga. Betapa senangnya orangtuaku. Apalagi setelah lulus sekolah, aku bisa langsung bekerja untuk membantu kedua orangtuaku membiayai pendidikan adik-adikku. Dua bulan setelah lulus, datang peluang kerja menjadi SPG lewat seorang teman. Setelah ditraining produk knowledge dan pengetahuanku tentang produk yang akan kupromosikan bertambah, seminggu kemudian, aku diantar ke sebuah mall oleh pihak agency dan diperkenalkan pada store manager. Ternyata manajer tersebut masih muda, namanya Yanuar.

Saat itu aku langsung diterima bekerja. Walau baru sehari ketemu tapi herannya sejak itu hampir setiap malam manajer tersebut meneleponku. Setiap kali kutanya apa keperluannya, dia tak pernah menjawab dengan pasti. Seminggu kemudian Yanuar mengajakku kencan. Sejujumya, selain dia masih muda juga berwajah tampan. Sejak itu setiap minggu kami pergi berdua untuk makan-makan atau nonton film. Dia juga kerap membelikanku baju-baju dan tas bagus, bahkan perhiasan emas. Bagiku yang lugu dan masih bau kencur dalam cinta, perhatiannya itu sungguh membuatku mabuk kepayang. Apalagi aku berasal dari keluarga sederhana, sedangkan Yanuar berekonomi mapan dan dari keluarga terhormat. Dia benar-benar tipe pria ideal untuk menjadi pasangan hidupku.

Kami pun semakin intim, hingga akhimya aku rela menyerahkan keperawananku padanya. Sama sekali tidak ada penyesalan karena aku sangat mencintainya dan yakin ia pasti akan menikahiku. Kami pun semakin sering melakukan hubungan terlarang itu. Mata dan hatiku seolah buta, tak peduli bahwa yang kami lakukan itu suatu dosa besar. Yang kutahu, aku sangat mencintai Yanuar dengan segala kelebihannya. Dia adalah anugerah bagiku. Namun, tak bisa dipungkiri, aku telah mengambil jalan yang salah. Aku merasa menjadi orang paling munafik di dunia. Di depan orangtuaku, aku bersikap bak gadis kecil yang suci, padahal di belakang mereka, aku tak ubahnya penganut gaya hidup free sex.

Ayah-ibuku telah mengenal Yanuar dan menyetujui hubungan kasih kami. Toh mereka melihat keluarga Yanuar agamis dan sikapnya selalu sopan. Tentu orangtuaku tak pernah menyangka bila Yanuar dan aku sudah melangkah begitu jauh. Ya Tuhan! Suatu hal yang selalu kutakutkan adalah bagaimana bila hubungan terlarang kami membuahkan hasil? Dan, ternyata, apa yang kukhawatirkan itu pun terjadi. Suatu hari aku menyadari telah terlambat datang bulan. Aku segera melakukan pemeriksaan. Hasilnya, positif aku hamil! Ketika kukatakan hal itu pada Yanuar, dia malah memberiku bermacam-macam obat untuk meluruhkan janin dalam kandunganku. Mulai dari obat kimia, jamu-jamuan hingga obat Cina. Meskipun rasanya pahit dan baunya tak sedap, aku harus menelan semua itu untuk menyelamatkan wajah kami dari aib yang sangat memalukan itu.

Tapi, janinku tak kunjung keluar. Yanuar kian cemas. Ia menghubungi temannya seorang dokter kandungan untuk mengaborsi janinku. Aku pun tak punya pilihan lain. Hatiku sedih dan kecewa karena Yanuar memilih membunuh anak kami dibandingkan bertanggung jawab. Dia berusaha meyakinkanku bahwa suatu saat kami pasti menikah. ”Tapi, bukan sekarang. Waktunya belum tepat,” katanya. Aku percaya saja terhadap ucapannya itu.

Sebulan telah berlalu, belum hilang rasa sakit akibat kuret yang kulakukan, Yanuar kembali mengajakku melakukan aktivitas seksual. Herannya, aku pun tak kuasa menolaknya. Sepertinya kami tidak ingat kepanikan yang kami alami saat aku hamil dulu. Akibatnya, enarn bulan kemudian, aku hamil lagi. Sebenamya aku selalu menelan pil KB, tapi mungkin sedang sial, suatu hari aku lupa meminumnya. Lagi-lagi, janinku tak bisa dikeluarkan dengan obat-obatan biasa sehingga aku kembali diaborsi. Yanuar begitu pandai bersilat lidah. Katanya, dia sangat mencintaiku, namun aku harus bersabar. Dia akan menikahiku setelah memiliki rumah sendiri. Lagi-lagi aku harus ikhlas kehilangan anakku kembali.

Ketika keluarga Yanuar datang ke Yogyakarta, aku begitu bahagia bisa berkenalan dengan mereka. Apalagi mereka kemudian mengunjungi keluargaku di desa. Meskipun orang berpunya, mereka sama sekali tidak tinggi hati. Mereka juga tidak menyepelekan kami yang notabene keluarga sederhana. Aku semakin yakin bisa menjadi istri dari pria yang sangat kucintai ini.

Tak lama setelah keluarga Yanuar mengunjungi kami, Yanuar bisa membeli rumah dari hasil tabungannya selama ini. Rumah itu lumayan bagus, terletak di perumahan elit. Hatiku semakin berbunga-bunga. Aku yakin pernikahan kami tinggal menunggu waktu. Tapi, yang membuatku sedikit kesal, sejak Yanuar tinggal di rumah barunya, aku tidak pernah diperbolehkan berkunjung ke sana. Alasannya, aku tidak boleh memasuki rumah itu sebelum kami menikah. Jika ingin bercinta, kami melakukannya di hotel. Akibat perbuatan kami itu , akhirnya aku hamil lagi untuk ketiga kalinya. Yanuar kembali memberiku obat, tapi kali ini aku bertekad mempertahankan janinku. Tak satu pun obat yang diberikannya kuminum. Aku ingin dia bertanggung jawab dan menikahiku. Aku tidak mau lagi membunuh darah dagingku sendiri.

Ketika Yanuar mengetahui hal itu dia marah besar dan menjauhiku. Setiap kali kutelepon, tidak pernah diangkat. SMS-ku juga tak pernah dijawab. Bila kudatangi rumahnya, dia tak pernah ada. Pernah dia menjawab teleponku, tapi seperti biasa, di memintaku menggugurkan kandunganku. Aku tak mau lagi menuruti keinginan bejatnya itu. Aku mulai sadar bahwa dia bukanlah lelaki baik­-baik. Setiap habis sholat, aku memohon ampunan pada Allah SWT atas segala dosa yang pernah kulakukan. Aku memohon petunjuk-Nya agar dapat keluar dari permasalahan ini.

Sampai kandunganku berusia empat bulan, tak seorang pun keluargaku yang tahu perihal kehamilanku. Aku memang berusaha menutupinya. Suatu hari aku datang ke rumah Yanuar untuk membicarakan masalah kami. Rumahnya tertutup rapat. Tiga jam lamanya aku menunggu Yanuar pulang. Akhirnya ia datang dengan sedan barunya. Mungkin karena melihatku berdiri menunggunya dengan perut besar, dia iba dan bersedia menemuiku. Dia mengajakku masuk ke mobilnya.Ternyata di jok belakang ada seorang wanita cantik. Yanuar memperkenalkanku sebagai pacar adiknya. Mendengar itu, pikiranku langsung kalut. Aku menduga wanita cantik bernama Minati itu adalah pacar barunya. Langsung aku menangis dan memakinya. Tapi, Yanuar diam saja. Wanita itu pun tak berkata apa-apa.

Seminggu kemudian aku kembali ke rumahnya untuk membicarakan kelanjutan hubungan kami. Tapi, malah kudapati Yanuar tengah bermesraan dengan Minati di kamarnya.Ternyata selama ini mereka sudah tinggal serumah! Karena panik, aku menelepon keluarga Yanuar dan menceritakan keadaanku pada mereka. Namun, mereka malah menyalahkanku yang dinilai tidak bisa menjaga kehormatan. Yanuar yang tahu aku menghubungi keluarganya, marah besar. Ia memintaku menelepon kembali keluarganya dan menarik semua ucapanku. Terpaksa kuturuti keinginannya karena aku berharap dia mau menikahiku atas kesadarannya sendiri.

Sejak kejadian itu, aku tidak enak untuk makan dan tidur, padahal janin di rahimku butuh asupan gizi yang cukup. Sementara Yanuar terus memintaku mengaborsi janin kami. Menginjak enam bulan usia kandunganku, ibu dan kakakku mulai curiga melihat perubahan tubuhku. Meskipun aku sudah berusaha menutupi perutku dengan kemeja longgar. Ibu dan kakakku menangis mendengar pengakuanku. Ibu menyuruhku segera meminta pertanggungjawaban Yanuar.

Untuk menenangkan mereka, aku pamit bekerja di sebuah restoran dan tinggal di mess, padahal sebenarnya aku tinggal di rumah kost. Aku juga menelepon Yanuar dan menceritakan apa yang terjadi. Malam itu juga Yanuar menjemputku dan mengajakku tinggal di rumahnya. Tapi, dia tetap tidak berniat menikahiku. Setiap hari aku harus rela melihat wanita bernama Minati itu datang dan bercinta dengannya di kamar bawah. Mereka tega melakukan hal itu, sementara aku tak bisa berbuat apa-apa karena kehamilanku yang semakin besar. Tak jarang aku mengamuk dan mencaci-maki mereka untuk melampiaskan kegundahan hatiku. Betapa terkejutnya aku ketika Minati bercerita bahwa dia sudah empat tahun berpacaran dengan Yanuar. Selama itu pula sudah berkali-kali dia diaborsi. Ya Tuhan, ternyata kami berdua adalah korban dari pria bernama Yanuar. Yang lebih parah lagi, menurut Minati, Yanuar pun sering berkencan dengan pelacur dan tante-tante girang. Jelaslah bagiku kini bahwa Yanuar adalah seorang pria yang selalu haus seks.

Singkat cerita, bayiku lahir dengan selamat. Seminggu setelah dirawat di rumah sakit, aku kembali ke rumah Yanuar. Meskipun sayang pada anaknya, Yanuar tetap tidak mau menikahiku. Setelah bayiku berusia tiga bulan, Yanuar mengontrakkanku sebuah rumah. Dia tidak ingin tetangga kiri-kanan tahu kalau dia telah ”menyimpan” seorang wanita dan bayi di rumahnya. Selama ini aku memang dikurung di kamar atas, bahkan tukang cuci yang bekerja di rumah Yanuar pun tak tahu akan keberadaanku. Entah kenapa, aku mau saja menuruti keinginannya.

Aku dan bayiku kemudian tinggal di rumah kontrakan. Memang, Yanuar memenuhi semua kebutuhan kami. Tapi, setiap kali aku bertanya kapan dia menikahiku, Yanuar marah dan memintaku menunggu hingga dia berhasil mengumpulkan modal untuk berumah tangga. Sementara itu ia masih terus ke diskotik atau berkencan dengan Minati. Karena sakit hati, aku pernah menelepon orangtua Minati dan menceritakan kalau aku adalah kekasih Yanuar yang hamil tanpa dinikahinya. Orangtua Minati marah besar dan melarang Yanuar berhubungan dengan anak mereka. Tapi, yang membuatku heran, mereka tetap saja berhubungan hingga sekarang.

Belakangan, abangku akhirnya juga tahu apa yang terjadi. Dia begitu murka dan mendatangi Yanuar di rumahnya. Abangku memukuli Yanuar dan memaksanya untuk menikahiku. Berkali-kali abangku menelepon keluarga Yanuar, tapi mereka tidak pernah mempercayai kelakuan bejad anaknya. Entah bagaimana cara Yanuar meyakinkan keluarganya hingga mereka begitu mempercayainya.

Sekarang bayiku sudah berusia sepuluh bulan. Apa yang harus kulakukan agar dia mempunyai status yang jelas? Aku begitu membenci Yanuar, tapi aku juga tak bisa berhenti mencintainya. Aku sangat berharap bisa menikah dengannya, bahkan dimadu dengan Minati pun aku rela. Kini aku hanya berharap keajaiban menghampiriku. (Seperti dikisahkan Yunara pada Roy Pujianto)R.26

Sumber : Majalah Fakta No. 560

No comments:

Post a Comment

Blog Archive